I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk
kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus Dan setelah
sepeninggalan Rasulullah SAW berkembanglah problematika dalam kehidupan yang
belum ada pada zaman Rasulullah SAW. Sehingga banyak sahabat yang menafsirkan
Al-Quran dengan sepemahaman mereka.
Tidak hanya di zaman sahabat saja yang
menafsirkan Al-Qur’an, di zaman sekarang pun banyak ulama yang telah
menafsirkan Al-Qur’an dengan keilmuan yang mereka miliki khususnya Ulama yang
ada di Indonesia. Makalah ini akan membahas salah satu dari Tafsir yang
dikarang oleh Ulama Indonesia yaitu Tafsir al-Ahkam karangan Syaikh Abdul Halim Hasan Al-Binjai.
Dari namanya, al-Ahkam, tergambar dalam benak pembaca,
tafsir ini berbicara tentang hukum, tepatnya ayat-ayat yang berkaitan dengan
hukum Islam. Pengetahuan terhadap kandungan hukum dalam Alquran merupakan hal
penting bagi setiap muslim. Pengetahuan yang mendalam terhadap ayat-ayat hukum
dalam Alquran pada gilirannya akan melahirkan tafsir hukum yang fleksibel,
sesuai dengan perkembangan zaman. Hal inilah yang dilakukan Abdul Halim Hasan
Binjai dalam tafsirnya al-Ahkam.
Untuk zamannya, tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim
ini adalah karya pertama berbahasa Indonesia. Sebelumnya, banyak ulama menulis
tafsir ayat-ayat hukum, atau menjelaskan aspek hukum lebih dominan, di Timur
Tengah, sebut saja contohnya Tafsir Ahkam al-Qur’an karya
Ibnul `Arabi, Qur’an karya al-Kaya al-Harasi, Tafsir
al-Jami` li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurthubi, Tafsir
Ayat al-Ahkam karya Ali as-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam karya
Ali ash-Shabuni, Dll. Di antara banyak karya ini, untuk Indonesia, karya Abdul
Halim adalah satu-satunya tafsir yang berbicara tentang ayat-ayat hukum secara
khusus, dengan Tafsir al-Ahkam.
Dalam makalah yang sederhana ini, penulis berusaha membahas latar
belakang penulis tafsir, metodologi yang digunakan, corak penafsiran yang
digunakan, contoh penafsiran, komentar ulama, dan analisis kelebihan dan
kelemahan.
II
PEMBAHASAN
A. Biografi Syaikh Abdul Halim Hasan Binjai
1. Riwayat hidup
beliau
Nama pengarang Tafsir al-Ahkam adalah Syaikh Abdul Halim
Hasan, di lahirkan di Binjai, Sumatera Utara, pada tanggal 15 Mei 1901. Orang
tuanya bernama Hasan yang bekerja sebagai petani. Sejak kecil, Abdul Halim telah
menunjukkan sifat-sifat yang terpuji. Ia tidak mau membuang waktunya sia-sia.
Di samping membantu orang tuanya, waktunya dihabiskan untuk membaca buku-buku
pelajaran. Melihat karya-karyanya, tampak bahwa Abdul Halim sejak kecil
termasuk Si “Kutu Buku”. Bahkan tidak berlebihan jika disebut, ciri
keulamaannya telah tampak sejak kecil yang ditunjukkannya dengan ketekunan
dalam melaksanakan shalat fardhu lima waktu.[1]
Tidak itu saja, ia juga merupakan anak yang sangat rajin menuntut ilmu,
terlebih-lebih ilmu agama.
2. Pendidikan beliau
Pendidikan Abdul
Halim di mulai dari Sekolah Rakyat. Ia sangat suka mempelajari tentang ilmu
keagamaan. Di antara gurunya: Fakih Saidi Haris, Haji Abdullah Umar, Syekh H.
M. Nur Ismail, Syekh H. Samah, Kyai H. Abd Karim Tamim, Syekh Hasan Ma’sum dan
SyekhMukhtar al-Tarid sewaktu menunaika haji di Makkah. Guru-gurunya tersebut
memiliki disiplin Ilmu yang beragam. Hal ini tergambar dari keahliah Abdul
Halim sendiri, yang pakar dalam bidang fikih, sejarah, hadis, dan tafsir. Abdul
Halim tidak merasa puas hanya pada ilmu agama saja. Ia juga belajar ilmu-ilmu
umum. Ia belajar kepada Djamaluddin Adinegoro dalam bidang politik, pers dan
jurnalistik pada tahun 1930. selain itu, ia juga mempelajari bahasa Inggris
dari Mr. Ridwan.
Sejak berusia
20 tahun, Abdul Halim telah berprofesi sebagai guru pada madrasah Jam`iyatul
Khairiyah di Binjai. Pada waktu ia diangkat menjadi pimpinan madrasah, tepatnya
tahun 1927, nama madrasah Jam`iyatul Khairiyah ditukar menjadi Madrasah
Arabiyah. Abdul Halim juga menerapkan menajemen modern dalam mengelola
madrasah. Salah satu cirinya adalah ia menempatkan seseorang sesuai keahliannya
masing-masing. Sebagai contoh, untuk pelajaran agama dipandu oleh Usman Doa dan
Aja Syarif. Pelajaran agama dan dagang di pegang oleh M. Idris Karim dan M.
Sidik Aminoto. Pelajaran agama dam ilmiah diasuh oleh Abdurrahim Haitami dan
Zainal Arifin Abbas sedangkan pelajaran agama dan pemuda dipegang oleh al-Ustaz
M. Ilyas Amin.
3. Wafat beliau
Abdul Halim Hasan
meninggal dunia pada hari Sabtu tanggal
15 November 1969 dalam usia 68 tahun 6 bulan. Sehari sebelumnya (Jumat, 14
November 1969) setelah selesai melaksanakan shalat Jumat di Masjid Raya Binjai,
ia bermaksud untuk mengikuti shalat jenazah seorang ustaz M. Rasyid Nur di Masjid
Muhammadiyah Binjai. Ketika sedang berjalan, tiba-tiba ia jatuh dan langsung di
bawa ke Rumah Sakit PNP II Bangkatan Binjai. Ternyata Abdul Halaim terjangkit
pendarahan otak sehingga tidak tertolong lagi.
4. Karya-karya beliau
Abdul Halim sangat
produktif dan rajin menulis, dan sering diterbitkan di media al-Islam yang
diterbitkan di Sumatera Timur waktu itu. Biasanya, tulisan-tulisan ini singkat
dan bersifat ulasan-ulasan sederhana mengenai persoalan hukum dan
masalah-masalah yang aktual di masyarakat. Ia juga rajin menulis buku. Karyanya
kebanyakan menyangkut hukum Islam dan sejarah. Namun, karyanya yang paling
monumental adalah Tafsir Al-Qur’an al-Karim yang ditulis
bersama dua orang temannya, dan Tafsir al-Ahkam yang dibahas
dalam makalah ini. Karyanya yang lain adalah: Bingkisan Adab dan
Hikmah; Sejarah Fikih; Wanita dan Islam; Hikmah Puasa; Lailat al-Qadar; Cara
Memandikan Mayat; Tarikh Tamaddun Islam; Sejarah Kejadian Syara` Tulis Arab (diterbitkan
di Malaysia) : Tarekh Abi al-Hasan al-Asy`ari; Sejarah Literatur Islam dan Poligami
dalam Islam.
Dari karya-karyanya ini, dapat dipastikan bahwa Abdul Halim Hasan
adalah seorang ulama yang mumpuni berbicara tentang ke-Islaman, tidak
terkecuali tafsir Alquran sebagai spesifikasinya.
B.
Mengenai Tafsir Al-Ahkam
1. Latar belakang penulisan Tafsir Al-Ahkam
Karya Tafsir
al-Ahkam ini tidak diterbitkan semasa hidup Abdul Halim Hasan. Gagasan untuk
menerbitkan buku ini, berdasarkan sambutan Azhari Akmal Tarigan, muncul dari
Azhari Akmal Tarigan yang kemudian bekerjasama dengan Agus Khair. Keduanya
merupakan editor buku ini.[2]
Gagasan untuk menerbitkan karya Abdul Halim Hasan yang masih dalam
bentuk script inipun lalu di sambut dengan baik oleh putra Abdul Halim Hasan,
Amru Daulay, S.H. Ternyata, penerbitan buku ini juga disambut baik oleh
kalangan intelek di Sumatera Utara, hal ini terlihat pada seminar peluncuran
buku Tafsir al-Ahkam ini.
Prof. H. M. Yassir, salah seorang narasumber dalam seminar
peluncuran buku Tafsir al-Ahkam menyatakan bahwa salah satu tujuan yang tampak
sangat jelas pada diri Abdul Halim Hasan Binjai adalah menjembatani perbedaan
perbendapat ummat Islam dalam banyak hal. Tujuan ini tentu saja kemudian sangat
kental terlihat dalam corak penafsiran beliau di dalam Tafsir al-Ahkam.[3]
Dalam kehidupan, sehari-hari saja, usaha untuk menjembatani
perbedaan paham di dalam kalangan ummat Islam terlihat dengan sikap beliau yang
mau berpartisipasi dalam dua ormas besar Islam yang relatif pemahamnya tidak
sama. Perbedaan memang harus disikapi dengan arif, dengan begitu tidak akan
muncul fanatisme terhadap sebuah golongan akan tetapi moderatisme akan
menggantikan fanatisme tersebut.
Adalah merupakan sebuah kecenderungan umum bagi semua manusia,
bahwa pandangan sempit akan mengkungkung pemikiran. Pandangan dan wawasan yang
sempit akan menyuburkan fanatisme, sebaliknya wawasan dan pandangan yang luas
dan mendalam akan melahirkan moderatisme.
Moderatisme tampaknya tidak bisa
dilupakan sebagai salah satu tujuan dalam penulisan Tafsir al-Ahkam ini.
Pemahaman beliau tentang metodologi pengambilan hukum beberapa mazhab hukum
telah mengantarkannya kepada sikap yang sangat menghormati kesimpulan hukum
yang dianut seseorang asalkan didasarkan pada sumber yang jelas.
Dalam kata pengantar Abdul Halim Hasan disebutkan bahwa beliau
menyatakan bahwa tidaklah salah bila kemudian seseorang mencermati kesimpulan
hukum dan metodologi mazhab, lalu membandingkannya dengan yang lainnya. Dengan
rendah hati kemudian ia menyatakan bahwa dia hanya mentarjih beberapa pendapat
hukum beberapa mazhab sesuai dengan kajiannya.
Sikap moderat beliau telah menjadikannya sebagai seorang yang
dihormati dan disukai di banyak kalangan dan di beberapa ormas yang yang
berbeda. Moderatisme inilah tampkanya yang harus ditiru oleh umat Islam,
menghormati pendapat hukum, tidak menyalahkan bahkan tidak mematok yang mana
yang benar. Karena metodologi yang berbeda akan menghasilkan pendapat yang
berbeda pula, dan pendapat atau kesimpulan hukum tersebut harus dihormati oleh
orang lain yang mempunyai pendapat hukum berbeda.
Sebagai karya yang berjudul Tafsir al-Ahkam, maka tentu saja fokus
utama karya ini adalah masalah hukum, baik aktual maupun klasik. Pendekatan
yang diberikan dalam masalah hukumpun relatif aktual. Ini akan didapatkan pada
penafsiran beliau yang banyak mengupas masalah-masalah aktual berangkat dari
dalil-dalil yang dari dulu sudah dipakai oleh para ulama hukum untuk masalah
yang berbeda.
Moderatisme seorang Abdul Halim Hasan tentu tidak akan terpisahkan
dengan dasar wawasan dan pengetahuannya yang luas, mendasar dan mendalam. Sikap
moderatisme yang dilandasi oleh pengetahuan yang dalam ini akan terlihat dalam
kajian-kajian yang ada dalam kitab Tafsir al-Ahkam. Layaknya sikap moderat
beliau, keluasan wawasan dan pengetahuan beliau dalam mengupas kajiannya diakui
oleh tokoh-tokoh yang sudah mengenal beliau langsung atau hanya melalui
tulisannya.
2. Metode penafsiran
Bila mengkaji metode pembahasan yang dipakai oleh Abdul Halim Hasan
dalam bukunya Tafsir al-Ahkam, bagaimana beliau menguraikan
masalah dan memecahkannya hingga sampai kepada sebuah pendapat yang
paling rajih maka akan terlihat Tafsir al-Ahkam merupakan salah
satu bentuk dari tafsir al-Muqarin yang membandingkan antara sebuah
pendapat yang relevan dengan pendapat lainnya.
Dalam satu masalah, dalam kajiannya, Abdul Halim Hasan banyak
menguraikan beberapa pendapat ulama yang berbeda untuk diperbandingkan.[4]
Dalam kajian tentang tidak halal memusakai perempuan dengan
paksa, tercatat abdul Halim Hasan meenguraikan beberapa pendapat
seperti Zuhri al-Mijaz, Hasan al-Asy’ari, Imam Malik.
Kajian beliau kemudian menguraikan beberapa faktor yang akan
menghasilkan pendapat yang paling rajih di antara beberapa pendapat tersebut,
baik itu sama persis atau berbeda. Uraian tersebut dilakukan dengan mengkaji
asbabun nuzul ayat, kemungkinan-kemungkinan yang terdapat dalam ayat tersebut
dan lain sebagainya.
Bila ditinjau dari segi sumber informasi yang digunakan, Tafsir
al-Ahkam ini dapat dikategorikan kepada tafsir bil ma’tsur karena menggunakan
Alquran dan Sunnah sebagai penjelas ayat. Selain itu pendapat para sahabat juga
tidak luput dari perhatian beliau. Namun meski demikian, corak tafsir bir-ra’yi
juga sangat kental terasa pada karya ini. Bila dilihat dari sisi cara
penguraian ayatnya, maka tafsir ini merupakan tafsir maudhu’i yang Memang,
tampaknya semua tafsir al-ahkam adalah tafsir maudhui’i yang mengkaji semua
ayat yang bermuatan hukum di dalam Alquran.
3. Corak penafsiran
Dalam
menentukan corak tafsir dari suatu kitab tafsir, dalam hal ini adalah Tafsir
al-Ahkam, yang diperhatikan adalah hal yang dominan dalam tafsir tersebut.
Sesuai dengan judul tafsir tersebut, al-Ahkam, tergambar dibenak
pembaca, tafsir ini bercorak hukum, karena memang tafsir ini berbicara tentang
ayat-ayat hukum, atau ayat-ayat Alquran yang mengandung aspek
hukum dalam Islam. Dari sini, Tafsir al-Ahkam dapat
dikategorikan pada corak fikih dan hukum Islam.[5]
4. Komentar Ulama
Sulit bagi penulis untuk mencari komentar ulama tentang Tafsir
al-Ahkam ini. Faktornya adalah karena Abdul Halim adalah ulama
Sumatera Utara, dan berkiprah di Binjai. Namun, penulis berusaha mencari
komentar ulama dan pemikir kontemporer, menimal ulama dan pemikir Islam
kontemporer Sumatera Utara. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Provinsi
Sumatera utara, H. Mahmud Aziz Siregar, MA. berkomentar, “Salah satu karya
monumental beliau (Abdul Halim Hasan) lainnya adalah Tafsir al-Ahkam ini.
Dengan merujuk kepada kompetensi beliau dalam ilmu tafsir, kami berpendapat
bahwa apa yang diuraikan beliau pada karyanya ini tidak perlu diragukanlagi
keabsahan ilmiahnya.”[6]
Rektor IAIN SU, Prof. Dr. Yasir Nasution menyatakan, “Kitab tafsir
ini memusatkan pembahasannya pada aspek hukum Islam dalam arti nilai-nilai dan
ketentuan yang berkaitan secara langsung dengan perilaku dan kehidupan real
umat. Dengan demikian, kitab ini dapat dijadikan pedoman lansung, baik dalam
kehidupan individu maupun bagi kehidupan kolektif, sebab dimensi hukum ajaran
Islam adalah bagian yang paling berhubungan langsung dengan kehidupan real dan
pengalaman seseorang.”
Dr. Lahmuddin Nasution menjelaskan, “Jika selama ini masyarakat
hanya mengenal karyanya yang berjudul Tafsir Al-Qur’anul Karim yang
ditulisnya bersama dua orang ulama besar lainnya yaitu, H. Zainal Arifin Abbas
dan Abdur Rahim Haitami, ternyata beliau memiliki sebuah karya tafsir yang
khusus membahas ayat-ayat hukum. Karya ini sangat istimewa, karena sepanjang
yang saya ketahui belum ada Tafsir Ayat al-Ahkam yang terbit
pada awal abad XX dalam bahasa Indonesia.”[7]
Prof. Dr. Abdullah Syah menjelaskan, “Hemat saya, kitab tafsir ini
sangat baik untuk dibaca. Di tengah sulitnya mencari kitab tafsir khususnya
yang berkenaan dengan hukum-hukum Islam dalam bahasa Indonesia, kitab ini
terbit pada masa yang sangat tepat. Lebih dari itu, dengan membacanya, wawasan
dan ilmu kita semakin luas, khususnya dalam bidang hukum Islam.”[8]
5. Analisis Kelebihan dan Kelemahan
Beranjak
dari pujian-pujian ulama di atas, jelas tafsir ini memiliki banyak kelebihan,
diantaranya:
1.
Kitab tafsir ini sangat cocok bagi masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat Sumatera Utara, karena tafsir ini ditulis dalam bahasa Indonesia yang
pastinya mudah dicerna dan dipahami. Bukan hanya itu, penulis juga adalah orang
Sumatera Utara sendiri, sehingga penulisnya sangat menyesuaikan dengan kondiri
lokal.
2.
Kitab ini sangat bersentuhan dengan kebutuhan praktis keagamaan
umat Islam, karena buku ini dikhususkan untuk menjelaskan ayat-ayat fikih atau
hukum, yang diketahui bahwa pembahasan fikih sangat bersentuhan dengan praktis
keagamaan umat Islam.
3.
Dalam menafsirkan suatu ayat hukum, penulis mengkomparasikan dengan
ayat-ayat lain, yang berbicara tema yang sama, sehingga pembaca mendapat makna
atau tafsiran yang sempurna. Tidak hanya itu, penulis juga banyak menyebutkan
riwayat-riwayat hadis yang berkaitan dengan tema atau ayat yang ditafsirkan.
4.
Kitab ini, bukan hanya kumpulan pendapat atau hemat penulis saja.
Buku ini juga diperkuat dengan pendapat-pendapat ulama yang mu`tabar lainnya.
Bukan hanya itu, pendapat-pendapat yang ada juga didebatkan oleh Abdul Halim
sehingga dapat dirajihkan pendapat yang terkuat dan layak diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebagai manusia biasa, Abdul Halim, dalam tafsirnya ini juga
memiliki kelemahan. Tetapi kelemahan-kelemahan itu seolah tidak tampak jika
dibanding dengan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Di antara kelemahan itu
adalah:
1.
Walau dalam tafsirnya, Abdul Halim mengkomparasikan dengan
ayat-ayat yang lain, namun, di beberapa tempat Abdul Halim meninggalkannya,
sebagai contoh dalam menafsirkan ayat poligami di atas, Abdul Halim tidak
mencantumkan ayat QS. An-Nisa’: 129 yang secara kandungan sangat berkaitan.
2.
Dalam menafsirkan beberapa ayat hukum juga, Abdul Halim terlihat
tidak sempurna merujuk pada hadis-hadis bersangkutan, sebagai contoh tafsir
ayat poligami di atas, Abdul Halim tidak mencantumkan hadis pelarangan Nabi Saw
kepada Ali untuk berpoligami atau memadu anaknya, Fatimah. Terlepas dari setuju
atau tidak setujunya Abdul Halim terhadap poligami, namun setidaknya, setelah
dicantumkan QS. an-Nisa’: 129 dan hadis larangan poligami Ali, pembaca
mendapatkan informasi yang lengkap tentang poligami menurut Alquran dan Islam.
III
PENUTUP
Abdul Halim Hasan pengarang Tafsir
al-Ahkam adalah seorang ulama yang luas dan dalam pengetahuannya dalam
bidang yang ia tekuni. Tokoh ini juga terkenal sangat moderat dan sederhana
baik dalam penampilan maupun berpikir. Selain Tafsir al-Ahkam, Abdul
Halim Hasan juga telah mengeluarkan beberapa karya lainnya, tercatat ada 11
buku yang telah diterbitkan.
Tafsir Ahkam merupakan salah
satu bentuk dari tafsir al-Muqarin yang membandingkan antara sebuah pendapat
yang relevan dengan pendapat lainnya. Bila dilihat dari sisi cara penguraian
ayatnya, maka tafsir ini merupakan tafsir maudhu’I yang. Pengurutan ayat
disusun berdasarkan urutan surah dan ayat sesuai dengan mushaf. Bila dilihat
dari sumber keterangan maka tafsir ini termasuk kepada campuran tafsir bir-ra’yi dengan bil
ma’tsur.
Tujuan penulisan Tafsir al-Ahkam dapat
dikatakan sebagai berikut:
1. Menjembatani
perbedaan.
2. Mengurangi
fanatisme dengan memupuk moderatisme.
3. Media
penyampai gagasan Alquran.
4. Usaha
dalam mentarjih pendapat hukum para ulama.
DAFTAR PUSTAKA
.
Binjai, Abdul Halim Hasan, Tafsir al-Ahkam, Jakarta:
Kencana, 2006.
Nasution, Lahmuddin, Sambutan, dalam Abdul Halim Hasan
Binjai, Tafsir al-Ahkam,
Jakarta:
Kencana, 2006.
Siregar, Mahmud Aziz. Sambutan,
dalam Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006.
Tarigan, Azhari
Akmal, Prolog Syekh Abd Halim Hasan (1901-1969): Mederatisme dalam Pemikiran Hukum Islam,
dalam Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam,. Jakarta: Kencana, 2006.
Syah, Abdullah, Sambutan,
dalam Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam, Jakarta:
Kencana, 2006.
Nasution, Yasir, Sambutan, dalam Abdul Halim Hasan
Binjai, Tafsir al-Ahkam, Jakarta:
Kencana, 2006.
Utara, IAIN
Sumatra, Sejarah Ulama-ulama Terkemuka di Sumatera Utara, digandakan kembali oleh Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara, 1983.
Yusuf, M.
Yunan, “Karakteristik Tafsir Qur’an di Indonesia Abad Kedua Puluh” dalam Ulumul Qur’an, Vol. III No. 4 Thn 1992.
[1] IAIN Sumatra Utara, Sejarah Ulama-ulama Terkemuka di Sumatera
Utara, digandakan kembali oleh Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara,
1983, hlm. 233.
[2] Abdul Halim
Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006 hlm.
xxii
[3] Yasir Nasution, Sambutan, dalam Abdul Halim Hasan
Binjai, Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006.
[4] M. Yunan Yusuf, “Karakteristik Tafsir Qur’an di Indonesia Abad
Kedua Puluh” dalam Ulumul Qur’an, Vol. III No. 4 Thn 1992, hlm, 57.
[5] Azhari Akmal Tarigan, Prolog Syekh Abd Halim Hasan
(1901-1969): Mederatisme dalam Pemikiran Hukum Islam, dalam Abdul
Halim Hasan Binjai, Tafsir al-Ahkam,. Jakarta: Kencana,
2006. hlm, 1xv
[6] Mahmud Aziz Siregar, Sambutan, dalam Abdul Halim Hasan
Binjai, Tafsir Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006. hlm xi
[7] Lahmuddin Nasution, Sambutan, dalam Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir
al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006. hlm, xv
[8] Abdullah Syah, Sambutan, dalam Abdul Halim Hasan
Binjai, Tafsir al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006. hlm, xxi