MAKALAH MENGENAL
TAFSIR KLASIK
( Kitab
At Tibyan fi Tafsir Al Quran Karya At Thusi )
Dosen Pengampu:
Abdul Kholiq, MA
Disusun Oleh:
Muhammad Nur Assidiq Wijaya
Ahmad Zaidan Al Ghozy
Faqih Faturrahman
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tafsir menurut bahasan merupakan
bentuk masdar dari fassara – yufassir – tafsiran yang berarti
menjelaskan sesuatu (bayan al-syai wa idlahuhu). Kata tafsir dapat juga
diartikan al-ibanah (menjelaskan makna yang masih samar) , al-kasyf
(menyingkapkan makna yang masih tersembunyi),
dan al-izh-har (menampakkan makna yang belum jelas). Dari
tinjauan makna bahasa tersebut, maka tafsir secara istilah dapat diartikan
sebagai suatu hasil pemahaman atau penjalasan seorang penafsir terhadap
al-Qur’an yang yang dilakukan dengan metode atau pendekatan tertentu.[1]
Sedangkan Syi’ah menurut bahasa
berarti penolong atau pengikut terutama pengikut dan pecinta Ali bin Abi
Thalib.[2]
Imam al-Fafairuz ‘Abady mengatakan : “Syi’ah seseorang adalah pengikut dan
pendukungnya. Dan kelompok pendukung ini bisa terdiri dari satu orang, dua
orang, atau lebih, laki-laki maupun perempuan. Pada umumnya nama “syi’ah”
dipergunakan bagi setiap dan semua orang yang menjadikan “Ali ra berikut
keluarganya sebagai pemimpin secara terus-menerus, sehingga nama Syi’ah itu
akhirnya khusus menjadi nama bagi mereka saja. Istilah Syi’ah pada mulanya
diterapkan bagi kumpulan orang yang senantiasa berhimpun di sekitar seorang Nabi,
wali atau seorang sahabat.[3]
Setelah
mengetahui penjelasan mengenai dua term yakni tafsir dan syi’ah maka dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa yang dinamakan dengan Tafsir Syi’ah adalah
tafsir al-Qur’an yang muncul dari golongan syiah dengan menggunakan metode atau
pendekatan tertentu yang mana dalam menafsirkan al-Qur’an, golongan syi’ah
tersebut lebih menekankan mengkaji pada
aspek batin al-Qur’an.
Dalam hal ini ada salah satu
kitab tafsir karya Abu Jafar Muhammad Ibnu Hassan at- Tusi yakni kitab At-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an, yang
mana dalam kitab tersebut lebih menekankan pada aspek ilmu ma’ani. Tentunya
kitab ini akan menarik untuk dikaji.
PEMBAHASAN
A. Mengenal
Sosok Pengarang Kitab At-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an
1.
Biografi
Syaikh Abu Ja‘far Ath-Thusi (385 – 460 H.)
Syaikh Abu Ja‘far Ath-Thusi adalah
seorang faqih besar, muhaddis kenamaan, dan ilmuwan tersohor. Ia mendapat
julukan Syaikhut Tha’ifah (Pembesar Mazhab Syi‘ah). Nama lengkapnya adalah Abu
Ja‘far Muhammad bin Hasan bin Ali Ath-Thusi. Ia dilahirkan pada bulan Ramadhan
385 H. di kota Thus, Khurasan, salah satu kota besar di Iran.
Ia
berhasil menamatkan tingkat permulaan pendidikan di tempat kelahirannya
sendiri. Pada tahun 408 Hijriah, ketika usianya masih dua puluh delapan tahun,
ia berhijrah ke Baghdad dan berdomisili di Irak hingga ia tutup usia. Setelah
gurunya, Sayid Murtadha Alamulhuda meninggal dunia, tampuk kepemimpinan ilmiah
dan fatwa mazhab Syi‘ah berpindah ke tangannya.
Ketenaran ilmu pengetahuan,
kezuhudan, takwa Syaikh Thusi melampaui garis perbatasan Irak dan sampai ke
seluruh penjuru dunia kala itu. Bahkan, ketenaran ini mampu menembus
tembok-tembok kokoh istana kekhalifahan dinasti Bani Abbasiah. Hal ini
menyebabkan Al-Qa’im bi Amrillah, salah seorang khalifah dari dinasti Bani
Abbasiah—bekerja sama dengan dinasti Al Buyeh—sepenuhnya menyerahkan kursi
pengajaran ilmu Teologi kepadanya. Pengajaran ilmu teologi biasanya
dilaksanakan di pusat kekhalifahan pada masa itu.
Mereka sangat mengagungkan kursi
yang satu ini, dan menyerahkan kursi tersebut kepada seorang ilmuwan negara
yang paling agung dan tersohor. Penyerahan kursi tersebut kepada Syaikh Thusi
mengindikasikan bahwa tidak ada ilmuwan lagi di seluruh penjuru Baghdad dan
negara Islam yang memiliki kelayakan untuk mendudukinya.
Setelah dinasti Al Buyeh runtuh
dan dinasti Saljuqi memerintah, kondisi kehidupan sosial masyarakat berubah
secara drastis. Gangguan dan pembunuhan massal terhadap para pengikut mazhab
Syi‘ah dimulai kembali. Karena tuntutan kondisi ini dan demi menjaga jiwa dan
mazhab, mereka terpaksa harus menjalani kehidupan sehari-hari dengan
bertaqiyah. Dengan penyerangan yang dilakukan oleh kaum fanatik terhadap
kerajaan dan pemuda-pemuda brandalan terhadap barisan pengikut Syi‘ah yang
sedang mengadakan acara aza’ atas syahadah Imam Husain as, pengadaan acara aza’
yang biasanya dilakukan oleh mereka berhenti total.[4]
Dalam sebuah penyerangan yang
terjadi di bawah komando Menteri Abdul Malik, sangat banyak pengikut mazhab
Syi‘ah yang terbantai dan tidak sedikit rumah penduduk, toko, pusat-pusat
kajian ilmiah, dan perpustakaan-perpustakaan Syi‘ah yang dibakar dan akhirnya
dirampok.
Syaikh Thusi pun tidak aman dari
penggarongan dan pembakaran tersebut. Karena seperti telah disebutkan di atas,
Syaikh Thusi telah diserahi kursi pengajaran ilmu Teologi, dan sebagian ulama
yang menamakan dirinya sebagai pengikut mazhab Ahlusunah merasa iri dengan
kedudukan tersebut. Mereka sudah beberapa kali berusaha untuk menggulingkan
Syaikh dari kursi tersebut. Tetapi, mereka tidak behasil. Kedengkian ini—pada
akhirnya—berhasil mencapai tujuannya, dan beberapa orang brandalan menyerang
rumah kediaman Syaikh dan merampok segala isi yang ada di dalamnya. Kursi
pengajaran ilmu Teologi itu juga dibakar. Tidak ketinggalan pula, perpustakaan
pribadi yang dimiliki oleh Syaikh ikut termakan oleh jilatan si jago merah.
Padahal, perpustakaan itu adalah sebuah perpustakaan yang terbesar dan terkemuka
pada masa itu dan memuat berbagai buku asli hasil tulisan tangan para ulama dan
naskah Al-Qur’an yang telah ditulis dengan tinta emas murni.[5]
Setelah pembakaran perpustakaan
tersebut, orang-orang brandalan itu memasuki rumah Sayikh Thusi dengan tujuan
untuk membunuhnya. Akan tetapi, karena mereka tidak berhasil menemukannya,
seluruh buku dan bendera-bendera yang biasa digunakan dalam acara-acara aza’
yang masih tersisa dibawa ke tengah-tengah pasar dan kemudian dibakar di
hadapan khalayak ramai.
Setelah peristiwa menyakitkan ini
terjadi, Syaikh Thusi melarikan diri dari Baghdad dan menuju ke Najaf Asyraf
secara sembunyi-sembunyi. Pada masa itu, Najaf Asyraf adalah sebuah kota yang
hanya didiami oleh beberapa gelintir orang yang sangat mencintai Amirul
Mukminin Ali as. Setelah amarah para penyerang itu mulai reda, Syaikh
mendirikan sebuah hauzah ilmiah di Najaf Asyraf, dan setelah itu, hauzah ini
menjadi sebuah hauzah terbesar di kalangan para pengikut mazhab Syi‘ah. Dan
Syaikh Thusi meninggal dunia pada malam Senin, 22 Muharam 460 Hijriah dan
dikuburkan di Najaf Asyraf di rumahnya sendiri.
2.
Guru-Guru
Abu Ja’far at-Thusi
Selama lima tahun, Syaikh Thusi
menimba ilmu dari Syaikh Mufid. Karena kecerdasannya yang luar biasa, ia
mendapatkan perhatian yang luar biasa dari gurunya itu. Atas dasar ini, ia
selalu hidup bersamanya sehingga Syaikh Mufid meninggal dunia pada tahun 413
Hijriah.
Setelah Syaikh Mufid meninggal
dunia, Sayid Murtadha, salah seorang murid kenamaannya betanggung jawab atas
pendidikan Syaikh Thusi dan Syaikh Thusi pun menimba ilmu darinya selama waktu
yang amat panjang. Karena Sayid Murtadha melihat kecerdasan dan kelayakan yang
sempurna pada dirinya, ia memberikan perhatian yang sangat istimewa kepadanya
dan memaksanya untuk memberikan kuliah di Baghdad. Sebagai imbalan, Sayid
Murtadha memberikan tunjangan 12 Dinar per bulan, sebuah angka yang cukup besar
pada masa itu. Setelah dua puluh tiga tahun Syaikh Mufid hidup bersama Sayid
Murtadha, Sayid Murtadha harus berpisah dengannya lantaran ia wafat pada bulan
Rabiulawal 436 H. di usia delapan puluh satu tahun.
3.
Murud-Murid
Abu Ja’far at-Thusi
Seperti telah disinggung di atas,
setelah Sayid Murtadha meninggal dunia, kepemimpinan mazhab Syi‘ah berpindah ke
tangan Syaikh Thusi. Dengan demikian, rumahnya yang terletak di daerah Karkh,
Baghdad menjadi tempat menimba ilmu pengetahuan dan selalu didatangi oleh ulama
dan ilmuwan yang berdatangan dari berbagai penjuru dunia Islam pada masa itu.
Para murid Syaikh Thusi berjumlah
tiga ratus orang, dan ratusan ulama dari pengikut mazhab Ahlusunah juga pernah
menimba ilmu darinya.
4.
Karya-Karya Abu
Ja’far at-Thusi
Ada beberapa karya yang ditulis
oleh beliau, diantaranya :
1. Abu al-Ahkam (koleksi hadis) Buku ini adalah
salah satu koleksi hadis Syi'ah otentik.
2. Al-Istibsar (koleksi hadis) Buku ini juga di
antara Syi'ah koleksi hadits otentik.
3. Al-Nihayah (dari Fikih Islam) buku ini adalah
buku teks dalam seminari yang berbeda selama bertahun-tahun.
4. Al-Mabsut: (dari Fikih Islam)
5. Al-Khilaf: (dari Fikih Islam)
6. iddat al-Ushul (prinsip yurisprudensi)
7. Al-Rijal (pada mengetahui individu tradisi telah
diriwayatkan oleh untuk menentukan keaslian tradisi)
8. Al-Fehrist (koleksi buku dan nama penulis 'di
dunia Syi'ah)
9.Tamhid al-Ushul (dari Syi'ah doctorin dan
keyakinan)
10. Al-Tibyan Fi Tafsir al-Quran
11. Kitab al-Ghaybah (pada kegaiban Imam Mahdi)
5.
Komentar
Para Ulama
Najasyi, seorang ulama yang hidup
sezaman dengan Syaikh Thusi berkomentar, “Abu Ja‘far Muhammad bin Hasan bin Ali
Ath-Thusi adalah salah seorang ulama yang agung, tsiqah, dan murid guru kami,
Abu Abdillah Al-Mufid yang tersohor.”
Allamah Sayid Bahrul ‘Ulûm, salah
seorang tokoh mazhab Ja‘fariyah dan seorang ulama yang paling bertakwa di dunia
Islam berkata, “Muhammad bin Hasan Ath-Thusi adalah tokoh mazhab Imamiah yang
tersohor, pemegang bendera syariat Islam, dan imam mazhab Syi‘ah setelah
periode para imam ma‘shum as. Berkenaan dengan segala pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah agama, ia adalah orang yang dapat dipercaya. Ia adalah
ahli yang ulung dalam bidang Ushuluddin dan Furu‘uddin dan peneliti yang handal
dalam bidang ilmu rasional dan tekstual. Lebih dari itu, ia adalah Syaikhut
Tha’ifah kita dan pemimpin mazhab Syi‘ah secara mutlak.”
B.
Latar belakang penulisan kitab
Di dalam muqoddimahnya imam Abu
Jafar Muhammad Ibnu Hassan at- Tusi menulis dan memberikan pernyataan yang
dimana salah satunya adalah tentang alasan mengapa beliau menulis kitab tafsir.
Yakni di latar belakangi beliau tidak menemukan sama sekali dari sahabatnya
baik orang yang mendahului atau yang sejaman, dari menulis sebuah kitab yang
memuat semua tafsir qur’an tentang bidang ilmu ma’ani. Akan tetapi para ulama
sebelum dan sejamannya di dalam menulis tafsirnya hanya menuliskan hadis yang
dimana tidak di jelaskan tentang isi
tafsir. Kemudian beliau juga menemukan ulama tafsir yang menjelaskan tentang
ilmu ma’ani akan tetapi dalam pembahasannya ada yang panjang dan ringkas yang
salah satunya di pelopori oleh At-Thabarri. Dan juga ulama tafsir yang membahas
tentang i’rab dan tasrifnya al-qur’an yakni imam al-Zujjaj dan imam al-Farra,
begitu juga imam Mufaddal bin Salamah yang membahas ilmu lughat dalam
al-Qur’an, selain itu juga imam Abi Ali al-Zuba’i yang membahas tentang tafsir
Kalam atau Akidah.[6]
Kemudian imam Abu Jafar Muhammad
Ibnu Hassan at- Tusi memberikan pernyataan dengan kata Insya Allah dalam kitab
tafsirnya untuk menulis semua bidang yang beliau komentari dari ulama tafsir
dengan metode Ijaz (lafadnya sedikit artinya banyak) dan Ikhtishar (lafadnya
sedikit artinya sedikit).
C. Metode Penulisan dan Sistematika Penyusunan
Kitab At-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an
1. Metode Penulisan.
Ada beberapa metode penulisan pada kitab At-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an,
diantaranya :
a) Menuliskan nama surat dan
menjelaskan nama lain dari surat tersebut beserta sebab penamaannya.
b) Menuliskan ayat setiap
sebelum pembahasan.
c) Menjelaskan tentang i’rab
dari setiap ayat.
d) Menjelaskan tentang qira’at
pada setiap ayat ketika terdapat perbedaan dalam qira’at.
e) Menjelaskan tentang lughot
dari setiap ayat.
f) Menjelaskan tentang makna
alqur’an pada setiap ayat.
g) Terkadang menjelaskan
tentang penafsiran ayat.
2. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika kitab At-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an ini dapat
dipahami sebagai berikut;
Kitab Tafsir al-Thusi ini tidak jauh dengan kitab-kitab tafsir lainnya
yaitu dengan menuliskan surat, ayat, kemudian penjelasan tafsir dari ayat yang
akan dibahas. Dan penulis dalam menulis dan mentafsiri surat dan ayat di mulai
dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas atau secara lengkap. Kemudian mengenai tentang jilid dalam kitab
tafsir ini, sementara yang ditemukan berjumlah 10 jilid, cetakan: Ihya’ al-Turast
al-Araby , Bairut, Lebanon. Akan tetapi dalam cetakan tersebut penerbit tidak
menyebutkan tahun dicetaknya. Maka lebih jelasnya bisa dilihat tabel dibawah:
D. Kelebihan dan Kekurangan
Tidak bisa dipungkiri bahwa At-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an adalah salah
satu kontribusi penting dalam dunia Islam, khususnya dalam bidang keilmuan
tafsir syi’ah. Namun, layaknya karya-karya penting pada umumnya, dan pastilah
ada kekurangan dan kelebihan dari karya tersebut.
Secara umum ada satu kelebihan yang bisa kita ambil dari kitab tafsir
ini yakni dengan menggunakan metode takwil, kelompok syiah lebih cocern kepada
makna batin al-Qur’an. Walaupun harus diperhatikan, bahwa banyak takwil mereka
yang cenderung aragon. Hal ini berbeda dengan metode tafsir yang berkembang di
dunia sunni, yang cenderung literal dan skriptualis. Sehingga penafsiran
al-Qur’an di dunia sunni kurang memperhatikan aspek batin (esoteris) al-Qur’an,
yang merupakan pesan al-Qur’an yang sebenarnya.[7]
Adapun kekurangan tafsir ini, seperti yang di jelaskan di atas,
penggunaan metode takwil yang mereka pakai hanya didasarkan pada kepentingan
mereka mencari justifikasi untuk mendukung pandangan madzhabnya. Akibatnya,
makna al-Qur’an sering mereka selewengkan demi kepentinganmadzhab mereka.
Sehingga, alih-alih mereka mencari makna batin al-Qur’an, malah makna al-Qur’an
mereka selewengkan begitu jauh.
PENUTUP
Al-Tibyan Fi Tafsir al-Qur'an
adalah kitab tafsir yang komprehensif dari Al-Qur'an, yang mencakup semua aspek
ilmu Alquran seperti yang kita kenal. Ini ditulis oleh Muhammad b. Hasan al-Tusi,
umumnya dikenal sebagai al-Syaikh al-Tusi. Penulisan kitab ini di latar
belakangi beliau tidak menemukan sama sekali dari sahabatnya baik orang yang
mendahului atau yang sejaman, dari menulis sebuah kitab yang memuat semua
tafsir qur’an tentang bidang ilmu ma’ani.
Metode yang digunakan dalam
penyusunan kitab ini yaitu Menuliskan nama surat dan nama lain dari surat
tersebut beserta sebab penamaannya. Menuliskan ayat setiap sebelum pembahasan.
Menjelaskan tentang i’rab dari setiap ayat. Menjelaskan tentang qira’at pada
setiap ayat ketika terdapat perbedaan dalam qira’at.Menjelaskan tentang lughot
dari setiap ayat. Menjelaskan tentang makna alqur’an pada setiap ayat.
Terkadang menjelaskan tentang penafsiran ayat. Sedangkan sistematikanya tidak
jauh berbeda dengan kitab-kitab tafsir lainnya yaitu dengan menuliskan surat,
ayat, kemudian penjelasan tafsir dari ayat yang akan dibahas.
DAFTAR PUSTAKA
Mustaqim , Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an.
(Yogyakarta: Pondok Pesantren LSQ Ar-Rahmah, 2012)
hal.3
Muhammad , Abu Jafar Ibnu Hassan at- tusi, At-Tibyan fi
Tafsir al-Qur’an, (Bairut, Lebanon : Ihya’ al Turast
al-Araby) hal. 74
Bakar, Abu . Perbandingan
Madzab Syi’ah. (Searang: C.V Ramadhani, 1972) hal. 10
Anwar, Drs. Rosihon, M. Ag. Samudera al-Quran,(Bandung
: CV Pustaka Setia, 2001) hlm . 209
Basuni Faudah , Mahmud. Tafsir-tafsir Alqur’an Perkenalan
dengan Metodologi Tafsir. (Bandung: Penerbit
Pustaka, 1987) hal. 119
http://www.alhassanain.com/indonesian/articles/articles/history_library/islamic_personalities/abu_jafr Diakses pada hari Senin , Tanggal 20 November
2017.
[1]
Abdul Mustaqim. Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an. (Yogyakarta: Pondok
Pesantren LSQ Ar-Rahmah, 2012) hal.3
[2]
Abubakar Aceh. Perbandingan Madzab Syi’ah. (Searang: C.V Ramadhani,
1972) hal. 10
[3]
Mahmud Basuni Faudah. Tafsir-tafsir Alqur’an Perkenalan dengan Metodologi
Tafsir. (Bandung: Penerbit Pustaka, 1987) hal. 119
[4]
http://www.alhassanain.com/indonesian/articles/articles/history_library/islamic_personalities/abu_jafar/001. Diakses pada hari Senin , Tanggal 20 November
2017.
[5]
Drs. Rosihon Anwar, M. Ag. Samudera al-Quran,(Bandung : CV Pustaka
Setia, 2001) hlm . 209
[6]
Abu Jafar Muhammad Ibnu Hassan at- tusi, At-Tibyan fi Tafsir al-Qur’an,
(Bairut, Lebanon : Ihya’ al-Turast al-Araby) hal. 74
Tidak ada komentar:
Posting Komentar