Rabu, 02 Mei 2018

MAKALAH TAFSIR TAHLILI “Q.S AT- TAUBAH 80 - 84”


MAKALAH TAFSIR TAHLILI
“Q.S AT- TAUBAH 80 - 84”

 














DOSEN PEMBIMBING :
Ust. Abdur Ra’uf, M.A.

DISUSUN :
Muhammad Nur Assidiq Wijaya


FAKULTAS USHULLUDIN
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA
I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita-berita yang akan datang.
Sebagian besar Al-Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini, tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah untuk mengetahuihukum Islam mengenai hal itu. Maka Al-Qur’an turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang dinamakan Asbabun Nuzul.
Teapi untuk memahami ayat itu kita pu butuh sebuah penafsiran yang dikaji dan diteliti oleh  para mufassirin atau orang-orang yang ingin memahami Al-Qur’an secara mendalam.
            Berdasarkan pemahaman para ahli tafsir mengenai pentingnya mempelajari Tafsir maka ilmu ini perlu dikembangkan untuk dipahami oleh umat manusia. Bahkan sekarang Tafsir telah dijadikan salah satu kajian dalam diperguruan tinggi.












II
PEMBAHASAN
A.    PENAFSIRAN SURAH AT-TAUBAH AYAT 80 – 84


v  TAFSIR AT-TAUBAH AYAT 80
öÏÿøótGó$# öNçlm; ÷rr& Ÿw öÏÿøótGó¡n@ öNçlm; bÎ) öÏÿøótGó¡n@ öNçlm; tûüÏèö7y Zo§sD `n=sù tÏÿøótƒ ª!$# öNçlm; 4 y7Ï9ºsŒ öNåk¨Xr'Î/ (#rãxÿŸ
«!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur 3 ª!$#ur Ÿw Ïöku tPöqs)ø9$# tûüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇÑÉÈ[1] 
Artinya:
Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (9: 80)

Pada penafsiran ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa orang-orang Munafik zaman awal Islam sekalipun pernyataan dan sikap mereka mengganggu kaum Mukminin serta berusaha membunuh Nabi, tapi semua usaha itu tidak berhasil.[2] Ayat ini berbicara kepada Nabi Muhammad Saw dengan mengatakan, hendaknya engkau jangan memikirkan mereka, bahkan jangan pula memintakan ampunan bagi mereka. Karena mereka itu sedemikian fasik dan tenggelam dalam dosa. Mereka telah sampai pada batas kekufuran kepada Allah dan Rasul-Nya, sehingga cara untuk kembali pun sudah tidak ada lagi. Kendatipun engkau seorang Nabi yang diutus sebagai rahmatan lil alamin, dan meski engkau memintakan ampunan bagi mereka sebanyak 70 kali, namun mereka tidak akan bisa diampuni. Seperti suatu penyakit yang sedemikian kronisnya merongrong si penderita, sehingga dokter ahli pun yang dengan upaya maksimalnya tetap tidak berhasil menyelamatkan jiwanya. Akhirnya si penderita itu harus menjemput ajalnya dengan kematian.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Menghina orang-orang Mukmin dan meremehkan hukum-hukum Islam dapat menyeret manuia ke dalam kekufuran.

2. Allah Swt dan Nabi Muhammad tidak pernah bakhil dalam memberi dan memintakan ampunan kepada mereka. Akan tetapi memang sebagian manusia tidak memiliki potensi untuk mendapatkan ampunan Allah. Karena perbuatan dan dosanya tak terampuni.
Pada surah Al- Baqarah : 14
#sŒÎ)ur (#qà)s9 tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqä9$s% $¨YtB#uä #sŒÎ)ur (#öqn=yz 4n<Î) öNÎgÏYŠÏÜ»ux© (#þqä9$s% $¯RÎ) öNä3yètB $yJ¯RÎ) ß`øtwU tbrâäÌöktJó¡ãB ÇÊÍÈ  
14. dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka[25], mereka mengatakan: "Sesungguhnya Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok."
[25] Maksudnya: pemimpin-pemimpin mereka[3]

Hal ini menunjukkan bahwa memohon ampunan bagi orang munafik adalah perkara yang sia-sia hal ini di tunjukkan pada lafadz yang berarti “Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali” hal ini merupakan penegasan dari Allah SWT bahwa memohonkan ampun bagi orang munafik tidak akan menolongnya dari azab Allah, hal tersebut sudah dijelaskan dalam Al- Qur’an.
Selanjutnya ada hubungan khusus antara orang munafik dan fasiq, munafik dan fasiq keduanya meruoakan kemaksiatan kepada Allah SWT. Mereka semua adalah orang menyimpang dan mengingkari ketaatan kepada Allah SWT. Hanya saja fasiq secara umum diartikan sebagai orang yang keluar dari perintah Allah SWT. perbuatan fasik dapat diketahui karena ia lebih menampakkan dirinya bertentangan dengan islam sedangkan orang munafik cenderung memiliki karakter yang diluar terlihat dia sangat baik namun dalam hati mereka mengingkari, oleh karena itu munafik lebih cenderung pada penyakit bathin.
Maka pada surah at-taubah ayat 80 menerangkan bahwa meminta ampunan untuk orang munafik adalah perbuatan yang sia-sia.

v TAFSIR AT-TAUBAH AYAT 81 DAN 82
yy̍sù šcqàÿ¯=yßJø9$# öNÏdÏyèø)yJÎ/ y#»n=Åz ÉAqßu «!$# (#þqèd̍x.ur br& (#rßÎg»pgä óOÏlÎ;ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# (#qä9$s%ur Ÿw (#rãÏÿZs? Îû Ìhptø:$# 3 ö@è% â$tR zO¨Zygy_ x©r& #vym 4 öq©9 (#qçR%x. tbqßgs)øÿtƒ ÇÑÊÈ      
(#qä3ysôÒuù=sù WxÎ=s% (#qä3ö7uŠø9ur #ZŽÏVx. Lä!#ty_ $yJÎ/ (#qçR%x. tbqç7Å¡õ3tƒ ÇÑËÈ  
Artinya:

81. Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui. (9: 81)

82. Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. (9: 82)

Setelah keterangan mengenai kemurkaan Allah Swt terhadap orang-orang Munafik dalam ayat sebelumnya, ayat ini menyinggung sebagian ciri-ciri mereka. Dalam ayat ini disebutkan, sewaktu perang Tabuk, orang-orang Munafik tidak hanya absen dalam peperangan tersebut. Karena mereka juga aktif menggembosi kaum Muslimin yang lain agar tidak berpartisipasi dalam peperangan tersebut. Mereka menyebut sejumlah alasan seperti udara panas, jauhnya jarak yang harus ditempuh dan tibanya musim panen. Orang-orang Munafik tidak hanya absen dalam jihad, tetapi mereka juga gembira dapat melarikan diri dari kewajiban perang. Mereka bahkan menyebut tindakan tersebut sebagai tanda kecerdikan dan keahlian Munafikin itu, sehingga jiwa mereka dapat terselamatkan dalam peperangan.[4]

Namun Allah Swt dalam menjawab mereka menyatakan, "Jangan bersenang-senang dan bergembira dahulu, karena pada saatnya nanti kalian akan menangis. Meski menurut mereka cucuran air mata itu merupakan siksa, sedang tertawa merupakan pahala. Apakah kalian sudah lupa Hari Kiamat? Dikarenakan udara yang panas kalian dengan begitu saja meninggalkan Rasulullah.

Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Orang mukmin yang penakut, meski dia tidak pergi ke medan perang, namun hati mereka tetap merasa tidak enak dan menyesal. Karena tidak pergi ke medan perang dan juga tidak memberikan bantuan meski sebatas kemampuan. Berbeda dengan orang-orang Munafik, mereka selalu gembira tidak pergi ke medan perang dan tidak pula memberi bantuan apapun.

2. Ingat kepada hari Kebangkitan membuat manusia selalu bertahan dalam menghadapi berbagai kesulitan dunia, sehingga mereka berusaha mensejajarkan antara tertawa dan menangis.Hal ini merupakan penegasan agar mereka lebih banyak bertaubat atas apa yang mereka lakukan dalam hadits rasulullah:

و عن انس رضي الله عنه قال: خطب رسول الله صلى الله عليه و سلم خطبة ما سمعت مثلها قط فقال : لو تعلمون ما أعلم تضحكتم قليلا و لبيكيتم كثيرا. قال فغطى أصحاب رسول الله صلى الله عليه و سلمز وجوههم و لهم خسران  ( متفق عليه )
ARTINYA :  dari anas ra. Berkata rasulullah SAW berkhutbah tidak pernah aku mendengar suatu khutbah yang semacam itu karena amat menakutkan. Beliau SAW  bersabda : seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, kalian pasti akan sedikit tertawa dan banyak menangis. Anas berkata : maka para sahabat Rasulullah SAW menutupi mukanya lalu menangis terisak-isak.

Mengapa harus banyak menangis ?
إن المؤمن ذنوبه كأنه فى أصل جبل يخاف عن وقع عليه و إن الفاجر يرى ذنويه كالذباب وقع علي أنفه قال به هكذا فطار ( رواه الترمذى)
Sesungguhnya seorang mukmin itu melihat dosa dosanya seolah dia berada di kaki sebuah gunung, dia khawatir gunung itu akan menimpanya, sebaliknya orang durhaka melihat dosa-dosanya seperti seekor lalaat yang hinggap dihidungnya , dia mengusir dengan tangan kanananya maka lalat itu terbang (HR. Tirmidzi )  
Hal ini menujukkan bahwa hendaknya orang mukmin agar selalu senantiasa bertobat kepada Allah SWT. Dalam keadaan dzahir maupun bathin, terutama baik melakaukan dosa kecil maupun besar.

v  TAFSIR AT-TAUBAH AYAT 83
bÎ*sù šyèy_§ ª!$# 4n<Î) 7pxÿͬ!$sÛ öNåk÷]ÏiB x8qçRxø«tGó$$sù Ælrããù=Ï9 @à)sù `©9 (#qã_ãøƒrB zÓÉëtB #Yt/r& `s9ur (#qè=ÏF»s)è? zÓÉëtB #rßtã ( ö/ä3¯RÎ) OçFÅÊu ÏŠqãèà)ø9$$Î/ tA¨rr& ;o§sD (#rßãèø%$$sù yìtB tûüÏÿÎ=»sƒø:$# ÇÑÌÈ  
83. Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), Maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang."[651]

[651] Setelah Nabi Muhammad SAW selesai dari peperangan Tabuk dan kembali ke Madinah dan bertemu segolongan orang-orang munafik yang tidak ikut perang, lalu mereka minta izin kepadanya untuk ikut berperang, Maka Nabi Muhammad s.a.w. dilarang oleh Allah untuk mengabulkan permintaan mereka, karena mereka dari semula tidak mau ikut berperang.
Artinya:

Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka Katakanlah: "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang". (9: 83)

Termasuk dari salah satu tanda orang-orang Munafik ialah selalu ingin menjadikan pendapatnya sebagai sentral. Padahal Nabi Muhammad Saw menandaskan bahwa semua gerakan mereka adalah dalam rangka melarikan diri. Karena itu sewaktu segala sesuatunya telah terungkap, mereka mengusulkan perang lainnya kepada Nabi. Yaitu mereka meminta kepada Nabi Saw agar bergerak pada front ini. Padahal semestinya mereka harus tunduk kepada perintah Nabi, akan tetapi mereka malah berusaha agar Nabi mengikuti keinginan keinginan mereka.

Yang menarik justru al-Quran mengatakan, "Sekalipun Nabi mau mendengarkan pernyataan dan keinginan mereka, bahkan siap bergerak di barisan musuh, namun orang munafik itu masih saja akan mengetengahkan alasan dan justifikasi lain. Hal itu dilakukan agar mereka bisa melarikan diri dan tidak ikut bersama beliau. Yang mereka katakan itu hanyalah tipu daya dan sekali-kali bukan kesiapan yang sesungguhnya. Karena itulah Nabi berkata kepada mereka, "Kalian bukanlah orang yang berani berperang, karena itu kalian jangan mengajukan usul semacam ini. Pergilah kalian dan tinggallah di rumah saja sebagaimana para orang tua yang uzur, mereka yang sedang sakit, dan orang-orang yang tidak mampu pergi ke medan perang".

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kita harus berhati-hati terhadap para mantan pelarian tempo hari, juga terhadap orang-orang yang seakan menyusul mereka sesuatu hari ini. Karena sesungguhnya mereka tidak memiliki iman dan mereka hanya bisa berbicara saja.

2. Kita akan selalu menyambut dan menerima orang yang benar-benar mau bertaubat. Tetapi kita tidak akan tertipu dengan ulah orang-orang yang berbuat riya, atau mereka yang selalu menampakkan perbuatannya hanya untuk mendapatkan pujian orang lain. Karena yang demikian ini merupakan ciri dan tanda orang-orang Munafik.

v  TAFSIR AT-TAUBAH 84
Ÿwur Èe@|Áè? #n?tã 7tnr& Nåk÷]ÏiB |N$¨B #Yt/r& Ÿwur öNà)s? 4n?tã ÿ¾ÍnÎŽö9s% ( öNåk¨XÎ) (#rãxÿx. «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur (#qè?$tBur öNèdur šcqà)Å¡»sù ÇÑÍÈ  



Artinya:

Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (9: 84)

Sepak terjang Rasulullah Saw dalam upacara menghantarkan jenazah dan pengebumian orang-orang Islam yang meninggal dunia, yaitu beliau mendoakan mereka dan menshalatkan jenazah mereka. Akan tetapi Allah Swt dalam ayat ini berfirman dan mengingatkan kepada Nabi-Nya agar tidak perlu hadir untuk menshalatkan jenazah-jenazah orang munafik. Beliau bahkan diingatkan supaya tidak menghormati mereka, karena mereka telah mati dalam keadaan tidak terhormat dan fasik.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Salah satu cara untuk berperang dan bersikap tegas terhadap orang-orang Munafik, yaitu perlawanan pasip dengan memboikot mereka dalam masyarakat.

2. Shalat jenazah dan ziarah kubur orang-orang Mukmin merupakan perbuatan yang baik dan terpuji, yang sekaligus mengindikasikan mulia dan dihormatinya orang mumin itu sekalipun dia telah meninggal dunia.










DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim wa tarjamtu Maaniyah ila lughotil Indunisia,  ( Madinah Munawarah : Mujamma Al-Malik Fahd li thiba’at al-Mushaf )
Katshir, Ibnu. 1999 M.  Tafsir Al-Quran Al-Adzim. Maktabah Syamillah : Dar Taibah
Khatim, Abi. 1419 H. Tafsir Al-Quran Al-Adzim liabii haatim. Arab Saudi : Maktabah Nizar         Musthafa Baz.
Abu Farj, Jamalludin Al-Juuzi. 1422 H. Zaad Al-Maisir Fi Ulumi Tafsir. Beirut :    Daarul            Kitab Al-Arabi.




[1] Al-Quranul Karim wa tarjamtu Maaniyah ila lughotil Indunisia,  ( Madinah Munawarah : Mujamma Al-Malik Fahd li thiba’at al-Mushaf )
[2] Katshir, Ibnu. 1999 M.  Tafsir Al-Quran Al-Adzim. Maktabah Syamillah : Dar Taibah
[3] Abu Farj, Jamalludin Al-Juuzi. 1422 H. Zaad Al-Maisir Fi Ulumi Tafsir. Beirut :        Daarul   Kitab Al-Arabi.
[4] Khatim, Abi. 1419 H. Tafsir Al-Quran Al-Adzim liabii haatim. Arab Saudi : Maktabah Nizar Musthafa Baz.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar