Selasa, 01 Mei 2018

INI CONTOH RESENSI NOVEL

RESENSI NOVEL AMELIA "TERE LIYE"



Resensi novel “AMELIA”
Oleh Muhammad Nur Assidiq Wijaya

Judul                           : AMELIA
Pengarang                   : Darwis Tere Liye
Editor                          : Andriyati
Penerbit                       : Republika, Jakarta
Tahun Terbit                : 2015
Tebal Halaman            :392 Halaman
Cetakan ke-                 : 4
Harga Buku                 :

PEMBUKAAN
Mengapa harus Novel “AMELIA” ?
Penulis melihat betapa kebanyakan novel disekeliling kita hanya sekitar masalah percintaan anak remaja atau ekonomi tanpa kita sadari bahwa banyak dari anak- anak kita yang membutuhkan sebuah bacaan berkualitas yang mampu menginspirasi dan menggugah minat baca anak-anak atau bahkan dapat mengubah pola pikir anak tentang kehidupan. Banyaknya bacaan yang bertema romance sehingga tergesernya bacaan novel anak-anak membuat hati kita miris, betapa banyaknya suguhan bacaan yang mempengaruhi dan bahkan mengubah karakter anak.
Novel  AMELIA adalah novel yang di karang oleh penulis novel best seller seperti hafalan sholat delisa yaitu Darwis Tere Liye, buku serial anak- mamak ini adalah buku ke-4 atau sebagai buku penutup dari 3 serial sebelumnya, yaitu ELIANA, PUKAT, BURLIAN.
Novel ini menceritakan sebuah kehidupan keluarga yang berada di pedalaman sumatera penuh dengan kesederhanaan namun sarat akan ketauladanan serta kecerdasan dalam berpikir yang dimiliki oleh ke -4 bersaudara tersebut. Orangtua yang selalu mendukung serta tegas dalam mendidik, banyak contoh dan hikmah yang dapat dipahami serta dipelajari dalam novel in yang dapat kita ambil terutama anak bungsu yang bernama AMELIA, anak berumur sepuluh tahun yang memiliki hati yang kuat.

SINOPSIS
Amelia adalah anak bungsu atau anak ke-4 dari empat bersaudara, kakak yang pertama adalah Eliana julukan yang selalu dibanggakan oleh orang tua mereka adalah sang pemberani, lalu si jenius Pukat, dan burlian si anak special. sedangkan Amelia sendiri memiliki julukan khusus yaitu Amelia yang kuat hatinya.
Kisah ini menceritakan Amelia anak yang berumur sepuluh tahun namun memiliki pemahaman tentang kehidupan jauh lebih baik dari orang dewasa. Amelia yang tak suka di suruh-suruh dan diomeli oleh kakaknya eliana sehingga ingin sekali menjadi anak pertama agar dapat menyuruh-nyuruh kakaknya, karena mendapat saran dari teman sekelasnya maya, maka ia mencuci sepatunya dengan sikat gigi kakaknya eliana sehingga dia mendapatkan hukuman dan nasehat dari bapaknya, dan selama seminggu ia menggantikan tugas kakaknya di rumah terlebih saat dia disuruh mengangkut kayu bakar dari hutan ke rumah saat ia tergelincir jatuh dan kak eli yang menggendongnya dari hutan sampai rumah saat  itulah dia memahami seberapa besar kasih sayang seorang kak eliana terhadapnya .
Lalu Amelia mendapatkan kepercayaan pak bin untuk menemani Norris anak yang sangat nakal dikelasnya, sementara dia selalu sabar dengan penolakan serta sikap acuh tak acuh dari Norris sehingga puncaknya adalah ketika Norris yang hari itu piket mendapatkan tugas meletakkan alat peraga satu-satunya milik sekolah yaitu peta dunia yang kusam lalu dibiarkan didepan kelas dan kehujanan disaat itulah kemarahan Amelia dan membuat Norris serta bapaknya sadar.
Ketika musim panen kopi terlihat kita amel menanyakan pertanyaan ke paman unus, mengapa para petani tidak mengubah tanaman kopi mereka menjadi tanaman kopi yang menghasilkan kopi terbaik dan menghasilkan tanaman kopi dengan jumlah berkali-kali lipat, maka saat itu ia membuat keputusan untuk meyakinkan warga desa bahwa kampung mereka dapat maju dengan mengubah pola pikir yang lebih baik, setelah mengumpulkan penduduk untuk meyakinkan mereka dengan mengganti biji kopi yang terbaik, namun Allah berkehendak lain ketika banjir bandang datang dan menghancurkan 2000 pohon kopi yang berumur satu tahun, disaat itulah
Kepehamanan Amelia tak berhenti sampai disitu saat ia mendapat olok-olokan tugas anak bungsu sebagai penunggu rumah ( menetap tinggal bersama orangtua ketika dewasa) maka ia memahami bahwa suatu saat ketika ia besar dan berhasil menempuh pendidikannya maka ia akan menepati janjinya untuk  kembali untuk mengubah kampung halamannya, cita-cita kecil yang telah diungkapkannya didepan wak yati bahwa ia akan menjadi guru dan menemani bapak ibunya dimasa tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar